Kepada Emak yang Surga berada di kakinya
Kuawali suratku ini dengan menghaturkan do’a untuk Emak yang kini jauh denganku. Walau jarak dan waktu telah terbentang luas memisahkan kita, aku tak akan melupakan do’a terhatur untukmu di setiap do’a dan munajatku. Semoga Allah masih senantiasa mencurahkan nikmatNya kepada Emak agar Emak selalu merasakan kenikmatan tiada tara dalam bermunajat dan beribadah kepadaNya.
Emak,
Di tengah hiruk pikuknya kota ini, aku selalu saja merindukan Emak. Entah mengapa wajah Emak selalu saja berada di dekatku. Mungkin itu semua karena aku dan Emak dulu sangat dekat. Tapi kini keadaan itu sudah tak lagi aku rasakan. Aku juga tak lagi merasakan tangan lembut Emak seperti ketika Emak memijat badanku kalau aku lagi sakit. Aku masih ingat terakhir kali aku mencium tangan Emak ketika Emak akan melepaskan aku pergi ke Ibu Kota untuk menuntut ilmu. Pasti sekarang tangan Emak semakin kasar oleh garis- garis ketuaan. Karena memang usia Emak kini sudah beranjak mulai udzur.
Emak,
Pada suatu hari, aku sedang jalan- jalan melepas penat sejenak di jalanan Ibu Kota. Ketika aku sedang beristirahat berlindung dari terik panasnya matahari yang semakin menusuk kulit, aku sempat duduk bersanding dengan seorang wanita tua yang kutaksir usianya tak jauh berbeda dengan Emak. Tiba- tiba saja teringat wajah Emak di rumah. Wajah wanita ini begitu berhias garis- garis ketuaan, rambutnya pun sudah putih karena banyaknya uban. Wajahnya pun terlihat begitu lelah karena mungkin begitu berat beban yang ia pikul. Aku membayangkan pasti Emak sekarang seperti itu di rumah. Beban Emak pasti juga sangat berat seperti wanita tua yang kini duduk bersanding bersama aku.
Emak,
Aku begitu salut dengan perjuanganmu. Kau begitu tulus merawat dan membesarkan anak- anakmu hingga aku kini sudah dewasa. Aku tahu pasti ketulusan dan keikhlasanmu itu berbalut dengan cinta dan kasih sayang yang suci kepada anak- anaknya. Dengan balutan cinta, kau ajarkan aku bagaimana menantang kehidupan. Walau hidup serba kekurangan, katamu kita harus tegar bagai karang di tengah lautan. Kau juga pernah bilang padaku jangan sampai kita seperti buih di tengah lautan yang tidak teguh pendirian. Kau di mataku bagai rembulan yang tak akan pudar sinarnya memancarkan cahaya cintanya. Andai ada rembulan sepertimu pasti akan kupuja.
Namun akhirnya kini aku sadar bahwa aku sering membuat hatimu tertusuk sakit karenaku. Aku juga sering tak menghiraukan nasehat- nasehatmu. Padahal aku tahu nasehat- nasehat yang keluar dari lisanmu begitu bermakna bagiku. Nyali ini begitu menciut ketika ingin merangkai kata- kata ini untukmu. Akankah Emak masih mau memaafkan anakmu yang sudah banyak membuatmu begitu sakit?. Melalui surat ini, aku mohon Emak mau memaafkan aku dengan maaf yang tulus seperti ketika Emak merawat aku ketika aku kecil dulu. Biarkan di usiamu kini aku ingin bisa membahagiakanmu hingga akhir hayatmu tiba.
Emak,
Sekian dulu ya surat dariku. Semoga Emak senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. Doakan anakmu di perantauan ini agar bisa menjadi anak yang seperti Emak cita- citakan. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Banten, 20 Mei 2011
At. 07.29
Salam Rindu
Yusuf Ichsan Ats Tsaqofy
0 komentar:
Posting Komentar