Sejarah mencatat bahwa penyebaran Islam sejak zaman Rasulullah hingga pasca Khulafa ur Rasyidin berkembang pesat. Pada masa Dinasti Umayah, Islam sudah menguasai sebagian besar wilayah Andalusia (sekarang Spanyol). Thoriq bin Ziyad adalah seorang mujahid yang dikenal pada peristiwa penaklukan itu. Hingga kini namanya diabadikan sebagai nama sebuah bukit karang di wilayah tersebut "Jabbal Thoriq" atau dikenal sebagai Jibraltar. Kalau sempat kita lihat peta dunia maka nama itupun juga digunakan sebagai nama selat diantara benua Afrika dan Eropa.
Nama lengkapnya Thoriq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghosin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau As-Shodafi. Ia berasal dari garis keturunan Ash-Shodaf yang secara turun-temurun bermukim di Al-Atlas, sebuah desa yang subur dan terletak di antara perbukitan. Suku Ash Shodaf terkenal ulet, pemberani, kuat dan tangguh. Sebelum penaklukan oleh pasukan Islam, keadaan Spanyol sungguh memprihatinkan. Sejak tahun 597 M, saat negeri itu dikuasai bangsa Gotic dari Jerman dengan penguasanya yang terakhir Raja Roderick, negeri ini bertambah kacau. Di bawah kekuasaan raja yang dzalim itu masyarakat terbagi dalam beberapa kelas.
Kelas pertama terdiri dari para keluarga raja, bangsawan, orang kaya, tuan tanah dan penguasa wilayah. Mereka hidup bergelimang kemewahan, berfoya-foya dan mengumbar nafsu kebinatangan.
Kelas ke dua terdiri dari para pendeta. Merekalah sebenarnya yang bertanggung jawab atas kehancuran negeri. Mereka menjilat para penguasa dan menginjak-injak rakyat.
Kelas ke tiga terdiri dari para pegawai negeri, yaitu pengawal, penjaga istana dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan seringkali dijadikan alat para penguasa untuk memeras rakyat.
Kelas ke empat terdiri dari buruh tani, serdadu berpangkat rendah, pelayan dan budak. Kelas paling rendah inilah yang paling menderita hidupnya.
Rakyat sangat menderita terutama kelas bawah. Mereka selalu menjadi korban dari kebijakan Raja Roderick. Akibatnya sebagian besar dari mereka mengungsi ke negara terdekat yaitu Afrika Utara, negeri yang penduduknya bisa menikmati keadilan, kesamaan hak, keamanan dan kemakmuran di bawah penguasa yang adil, arif dan bijaksana yaitu Musa bin Nusair.
Sebagian besar orang yang mengungsi ke Afrika Utara tersebut adalah para pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka terdapat Julian, Gubernur Ceuta yang putri kesayangannya, Florinda telah dinodai oleh Raja Roderick. Selamanya Gubernur Julian tidak dapat memaafkan kebiadaban Raja Gotic tersebut.
Di Afrika Utara (Sekarang sedikitnya ada lima negeri di pantai utara benua Afrika: Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mesir, di sini tidak ada keterangan, mungkin yang tahu bisa membantu), mereka mendapatkan perlindungan dan jaminan keadilan dan kesejahteraan dari orang-orang Islam. Mereka diperlakukan dengan sangat baik yang mereka tidak mendapatkannya di negeri mereka sendiri.
Sebelum kedatangan Gubernur Julian dan rombongannya, sebenarnya Musa bin Nusair sudah mendengar kabar bahwa Spanyol dalam keadaan yang sangat rapuh. Setelah mendapat persetujuan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, Musa bin Nusair segera mengirimkan satu pasukan perintis ke Spanyol dengan komandan Abu Zar'ah Thorif yang terkenal cerdik, pemberani dan tangguh serta berpengalaman dengan wilayah Spanyol.
Pada hari Kamis, 4 Ramadhan 91 H atau 2 April 710 M, Abu Zar'ah Thorif berangkat meninggalkan Afrika dengan membawa 400 pasukan pejalan kaki ditambah 100 orang pasukan berkuda. Mereka menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan menggunakan delapan kapal yang telah dipersiapkan, empat diantaranya adalah bantuan dari Gubernur Julian yang ingin menghancurkan Raja Roderick. Tiga pekan berikutnya, tepatnya hari Sabtu tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 M, rombongan pasukan Islam melakukan pendaratan di sebuah pulau kecil tak jauh dari kota Tarife yang akan menjadi sasaran serangan pertama. Pendaratan sengaja dilakukan pada malam hari agar tidak diketahui musuh.
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, petang harinya Abu Zar'ah Thorif memerintahkan pasukannya melakukan serangan gencar ke berbagai wilayah, terutama di pusat kota. Pasukan Islam tidak banyak mendapatkan perlawanan karena keadaan Spanyol lemah. Dengan mudah mereka dapat menguasai beberapa kota di sepanjang pantai, meski jumlah pasukan Islam tidak sebanding pasukan musuh. Jauh lebih sedikit. Pasukan Islam dengan komandan Abu Zar'ah Thorif pulang ke Afrika dengan membawa kemenangan telak. Hanya beberapa orang yang syahid di medan perang. Selain ratusan orang tawanan, mereka juga berhasil membawa unta rampasan plus ghanimah yang cukup banyak.
Kemenangan gemilang ini membangkitkan semangat Gubernur Musa bin Nusair untuk menakhlukkan seluruh Spanyol. Hal ini sangat penting mengingat wilayah itu merupakan pintu gerbang daratan Eropa. Oleh karena itu, ia memerintahkan Thoriq bin Ziyad untuk melakukan penyerangan ke dua.
Thoriq dikenal jujur, cerdik dan berkemauan kuat, gagah berani menghadapi setiap tantangan, berpengaruh besar bagi para pengikutnya, ikhlas dalam berjuang dan semangatnya selalu membara.
Pada hari Senin, 3 Mei 711 M, Thoriq bersama 7.000 anggota pasukannya menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan armada kapal. Setelah mendarat di wilayah Spanyol, Thoriq mengumpulkan seluruh anggota pasukannya di atas sebuah bukit karang yang hingga kini bukit itu dikenal dengan nama "Jibraltar". Di bukit karang inilah Thoriq bin Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh armada kapal yang baru saja mereka gunakan menyeberangi selat Afrika-Eropa tadi.
Seorang anggota pasukan yang tidak mengerti maksud panglimanya kemudian bertanya: "Apa maksud Anda?", anggota pasukan yang lain pun bertanya, "Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?" Dengan tegas sambil menghunus pedang ia menjawab, "Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan, yaitu menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa."
Kemudian Sang Panglima yang gagah berani inipun memberi pengarahan kepada seluruh anggota pasukan yang dipimpinnya. "Wahai seluruh pasukan, ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian adalah laut, dan di depan kalian adalah musuh. Demi Allah, satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Musuh dengan jumlah besar dan persenjataan lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian adalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Musuh kalian sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kita harus bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga syahid. Sungguh sama sekali saya tidak bermaksud menakuti kalian. Mari kita galang saling percaya di antara kita, keberanian kita, bahu membahu dan saling membantu, membulatkan tekad untuk menjadi pembela agama Allah, menegakkan kalimat-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah SWT adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan menghadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Saya akan membunuhnya. Atau siapapun boleh melakukannya jika lebih dulu bertemu dengannya di medan pertempuran. Dengan membunuhnya maka negeri ini akan dengan mudah kita kuasai".
Pidato pengarahan Thoriq ini membakar semangat pasukan Islam untuk segera bertempur. Mendengar pasukan Islam mendarat di wilayahnya Raja Roderick segera mempersiapkan angkatan perang besar yang terdiri lebih dari 100.000 tentara dengan membawa persenjataan lengkap. Jumlah pasukan yang lebih besar ini tidak menggoyahkan semangat pasukan Islam. Apalagi Gubernur Musa mengirimkan pasukan tambahan sebanyak 5.000 orang dipimpin oleh Thorif bin Muluk. Jadi jumlah pasukan Islam seluruhnya adalah 12.000 orang. Thoriq dan pasukannya terus bergerak ke arah kota Cordova. Mereka menyusuri pantai hingga tiba di kota Torife yang telah ditakhlukkan sebelumnya oleh pasukan perintis yang dipimpin oleh Abu Zar'ah.
Kedua pasukan bergerak ke arah berlawanan untuk saling berhadapan. Pasukan Islam dipimpin oleh Thoriq bin Ziyad yang bergerak laksana ombak samudera. Baju-baju besi yang mereka kenakan, sorban-sorban putih yang menutup kepala mereka, kilatan pedang yang mereka genggam, tampak mendominasi suasana penuh semangat yang senantiasa dikobarkan oleh Thoriq bin Ziyad, Sang Panglima.
Sementara di pihak musuh, Raja Roderick memimpin pasukan dengan diapit para pengawal yang bersenjata lengkap dan terkesan mewah.
Pada hari Ahad, 28 Ramadhan atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di dekat muara Sungai Barbate. Jumlah yang tidak seimbang membuat pasukan Islam terdesak di awal pertempuran. Hal ini menggugah Gubernur Julian dan anak buahnya menyusup ke pasukan Roderick dan menyebarkan opini ke tengah-tengah mereka bahwa pasukan Islam hanya mengincar Roderick dan tidak untuk menjajah negeri mereka. Upaya Julian dan anak buahnya berhasil. Banyak pasukan Roderick yang melarikan diri dari medan perang. Akibatnya mereka kacau balau dan kesempatan ini dimanfaatkan Thoriq bin Ziyad untuk mencari dan membunuh Roderick. Selanjutnya seluruh markas pertahanan dapat dikuasai dengan mudah. Kemenangan pasukan Islam ini melumpuhkan semangat pasukan Spanyol.
Berita keberhasilan itu sangat menggembirakan Gubernur Musa bin Nusair. Ia kemudian membantu Thoriq untuk segera menaklukkan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa lainnya.
Setahun kemudian, tepatnya hari Rabu, 16 Ramadhan 93 H, ia bertolak ke Spanyol dengan membawa 10.000 pasukan. Mereka berhasil menduduki Merida, Sionia dan Sevilla yang belum ditakhlukkan oleh pasukan Thoriq. Sementara itu Thoriq dengan jumlah pasukan yang tersisa terus melakukan penaklukan ke beberapa wilayah yang tersisa. Ia membagi pasukannya ke dalam empat kelompok dan menugaskan para pembantunya ke Cordova, Granada dan Malaga. Sedangkan ia sendiri bersama pasukan utamanya segera menuju toledo, ibukota Spanyol waktu itu. Semua kota itu dapat dikuasai tanpa perlawanan. Spanyol dapat dilumpuhkan karena kecepatan gerak pasukan Islam.
Musa bin Nusair dan Thoriq bin Ziyad akhirnya bertemu di Toledo. Keduanya kemudian bergabung dan menghadapi musuh di Ecija. Kemenangan pun diraih pasukan Islam meski tak sedikit yang gugur sebagai syuhada. Selanjutnya pasukan gabungan ini bergerak ke wilayah Pyrenie, Perancis.
Beberapa tahun kemudian, Portugis pun ditakhlukkan dan namanya diganti menjadi "Al Gharb" berarti Barat. Sebelum seluruh Eropa dapat ditaklukkan, yang sebenarnya mudah karena tidak ada kekuatan berarti yang melawan mereka, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik memanggil Thoriq dan Musa ke Damaskus (Ibukota Syiria/Suriah, negeri di sebelah utara Irak). Thoriq pergi sendiri ke Damaskus, sementara Musa bin Nusair sibuk menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Beberapa waktu setelah itu Thoriq sakit-sakitan dan kemudian Allah SWT memanggilnya. Tidak banyak yang mengetahui akhir kehidupan beliau. [Sumber: Majalah HIKAYAH Edisi 06, Shafar 1424/ April 2003]
Nama lengkapnya Thoriq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghosin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau As-Shodafi. Ia berasal dari garis keturunan Ash-Shodaf yang secara turun-temurun bermukim di Al-Atlas, sebuah desa yang subur dan terletak di antara perbukitan. Suku Ash Shodaf terkenal ulet, pemberani, kuat dan tangguh. Sebelum penaklukan oleh pasukan Islam, keadaan Spanyol sungguh memprihatinkan. Sejak tahun 597 M, saat negeri itu dikuasai bangsa Gotic dari Jerman dengan penguasanya yang terakhir Raja Roderick, negeri ini bertambah kacau. Di bawah kekuasaan raja yang dzalim itu masyarakat terbagi dalam beberapa kelas.
Kelas pertama terdiri dari para keluarga raja, bangsawan, orang kaya, tuan tanah dan penguasa wilayah. Mereka hidup bergelimang kemewahan, berfoya-foya dan mengumbar nafsu kebinatangan.
Kelas ke dua terdiri dari para pendeta. Merekalah sebenarnya yang bertanggung jawab atas kehancuran negeri. Mereka menjilat para penguasa dan menginjak-injak rakyat.
Kelas ke tiga terdiri dari para pegawai negeri, yaitu pengawal, penjaga istana dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan seringkali dijadikan alat para penguasa untuk memeras rakyat.
Kelas ke empat terdiri dari buruh tani, serdadu berpangkat rendah, pelayan dan budak. Kelas paling rendah inilah yang paling menderita hidupnya.
Rakyat sangat menderita terutama kelas bawah. Mereka selalu menjadi korban dari kebijakan Raja Roderick. Akibatnya sebagian besar dari mereka mengungsi ke negara terdekat yaitu Afrika Utara, negeri yang penduduknya bisa menikmati keadilan, kesamaan hak, keamanan dan kemakmuran di bawah penguasa yang adil, arif dan bijaksana yaitu Musa bin Nusair.
Sebagian besar orang yang mengungsi ke Afrika Utara tersebut adalah para pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka terdapat Julian, Gubernur Ceuta yang putri kesayangannya, Florinda telah dinodai oleh Raja Roderick. Selamanya Gubernur Julian tidak dapat memaafkan kebiadaban Raja Gotic tersebut.
Di Afrika Utara (Sekarang sedikitnya ada lima negeri di pantai utara benua Afrika: Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya dan Mesir, di sini tidak ada keterangan, mungkin yang tahu bisa membantu), mereka mendapatkan perlindungan dan jaminan keadilan dan kesejahteraan dari orang-orang Islam. Mereka diperlakukan dengan sangat baik yang mereka tidak mendapatkannya di negeri mereka sendiri.
Sebelum kedatangan Gubernur Julian dan rombongannya, sebenarnya Musa bin Nusair sudah mendengar kabar bahwa Spanyol dalam keadaan yang sangat rapuh. Setelah mendapat persetujuan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, Musa bin Nusair segera mengirimkan satu pasukan perintis ke Spanyol dengan komandan Abu Zar'ah Thorif yang terkenal cerdik, pemberani dan tangguh serta berpengalaman dengan wilayah Spanyol.
Pada hari Kamis, 4 Ramadhan 91 H atau 2 April 710 M, Abu Zar'ah Thorif berangkat meninggalkan Afrika dengan membawa 400 pasukan pejalan kaki ditambah 100 orang pasukan berkuda. Mereka menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan menggunakan delapan kapal yang telah dipersiapkan, empat diantaranya adalah bantuan dari Gubernur Julian yang ingin menghancurkan Raja Roderick. Tiga pekan berikutnya, tepatnya hari Sabtu tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 M, rombongan pasukan Islam melakukan pendaratan di sebuah pulau kecil tak jauh dari kota Tarife yang akan menjadi sasaran serangan pertama. Pendaratan sengaja dilakukan pada malam hari agar tidak diketahui musuh.
Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, petang harinya Abu Zar'ah Thorif memerintahkan pasukannya melakukan serangan gencar ke berbagai wilayah, terutama di pusat kota. Pasukan Islam tidak banyak mendapatkan perlawanan karena keadaan Spanyol lemah. Dengan mudah mereka dapat menguasai beberapa kota di sepanjang pantai, meski jumlah pasukan Islam tidak sebanding pasukan musuh. Jauh lebih sedikit. Pasukan Islam dengan komandan Abu Zar'ah Thorif pulang ke Afrika dengan membawa kemenangan telak. Hanya beberapa orang yang syahid di medan perang. Selain ratusan orang tawanan, mereka juga berhasil membawa unta rampasan plus ghanimah yang cukup banyak.
Kemenangan gemilang ini membangkitkan semangat Gubernur Musa bin Nusair untuk menakhlukkan seluruh Spanyol. Hal ini sangat penting mengingat wilayah itu merupakan pintu gerbang daratan Eropa. Oleh karena itu, ia memerintahkan Thoriq bin Ziyad untuk melakukan penyerangan ke dua.
Thoriq dikenal jujur, cerdik dan berkemauan kuat, gagah berani menghadapi setiap tantangan, berpengaruh besar bagi para pengikutnya, ikhlas dalam berjuang dan semangatnya selalu membara.
Pada hari Senin, 3 Mei 711 M, Thoriq bersama 7.000 anggota pasukannya menyeberangi selat antara Afrika dan Eropa dengan armada kapal. Setelah mendarat di wilayah Spanyol, Thoriq mengumpulkan seluruh anggota pasukannya di atas sebuah bukit karang yang hingga kini bukit itu dikenal dengan nama "Jibraltar". Di bukit karang inilah Thoriq bin Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh armada kapal yang baru saja mereka gunakan menyeberangi selat Afrika-Eropa tadi.
Seorang anggota pasukan yang tidak mengerti maksud panglimanya kemudian bertanya: "Apa maksud Anda?", anggota pasukan yang lain pun bertanya, "Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?" Dengan tegas sambil menghunus pedang ia menjawab, "Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan, yaitu menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa."
Kemudian Sang Panglima yang gagah berani inipun memberi pengarahan kepada seluruh anggota pasukan yang dipimpinnya. "Wahai seluruh pasukan, ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian adalah laut, dan di depan kalian adalah musuh. Demi Allah, satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Musuh dengan jumlah besar dan persenjataan lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian adalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Musuh kalian sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kita harus bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga syahid. Sungguh sama sekali saya tidak bermaksud menakuti kalian. Mari kita galang saling percaya di antara kita, keberanian kita, bahu membahu dan saling membantu, membulatkan tekad untuk menjadi pembela agama Allah, menegakkan kalimat-Nya. Percayalah, sesungguhnya Allah SWT adalah penolong utama kalian. Dan sayalah orang pertama yang akan memenuhi seruan ini di hadapan kalian. Saya akan menghadapi sendiri Raja Roderick yang sombong itu. Saya akan membunuhnya. Atau siapapun boleh melakukannya jika lebih dulu bertemu dengannya di medan pertempuran. Dengan membunuhnya maka negeri ini akan dengan mudah kita kuasai".
Pidato pengarahan Thoriq ini membakar semangat pasukan Islam untuk segera bertempur. Mendengar pasukan Islam mendarat di wilayahnya Raja Roderick segera mempersiapkan angkatan perang besar yang terdiri lebih dari 100.000 tentara dengan membawa persenjataan lengkap. Jumlah pasukan yang lebih besar ini tidak menggoyahkan semangat pasukan Islam. Apalagi Gubernur Musa mengirimkan pasukan tambahan sebanyak 5.000 orang dipimpin oleh Thorif bin Muluk. Jadi jumlah pasukan Islam seluruhnya adalah 12.000 orang. Thoriq dan pasukannya terus bergerak ke arah kota Cordova. Mereka menyusuri pantai hingga tiba di kota Torife yang telah ditakhlukkan sebelumnya oleh pasukan perintis yang dipimpin oleh Abu Zar'ah.
Kedua pasukan bergerak ke arah berlawanan untuk saling berhadapan. Pasukan Islam dipimpin oleh Thoriq bin Ziyad yang bergerak laksana ombak samudera. Baju-baju besi yang mereka kenakan, sorban-sorban putih yang menutup kepala mereka, kilatan pedang yang mereka genggam, tampak mendominasi suasana penuh semangat yang senantiasa dikobarkan oleh Thoriq bin Ziyad, Sang Panglima.
Sementara di pihak musuh, Raja Roderick memimpin pasukan dengan diapit para pengawal yang bersenjata lengkap dan terkesan mewah.
Pada hari Ahad, 28 Ramadhan atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di dekat muara Sungai Barbate. Jumlah yang tidak seimbang membuat pasukan Islam terdesak di awal pertempuran. Hal ini menggugah Gubernur Julian dan anak buahnya menyusup ke pasukan Roderick dan menyebarkan opini ke tengah-tengah mereka bahwa pasukan Islam hanya mengincar Roderick dan tidak untuk menjajah negeri mereka. Upaya Julian dan anak buahnya berhasil. Banyak pasukan Roderick yang melarikan diri dari medan perang. Akibatnya mereka kacau balau dan kesempatan ini dimanfaatkan Thoriq bin Ziyad untuk mencari dan membunuh Roderick. Selanjutnya seluruh markas pertahanan dapat dikuasai dengan mudah. Kemenangan pasukan Islam ini melumpuhkan semangat pasukan Spanyol.
Berita keberhasilan itu sangat menggembirakan Gubernur Musa bin Nusair. Ia kemudian membantu Thoriq untuk segera menaklukkan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa lainnya.
Setahun kemudian, tepatnya hari Rabu, 16 Ramadhan 93 H, ia bertolak ke Spanyol dengan membawa 10.000 pasukan. Mereka berhasil menduduki Merida, Sionia dan Sevilla yang belum ditakhlukkan oleh pasukan Thoriq. Sementara itu Thoriq dengan jumlah pasukan yang tersisa terus melakukan penaklukan ke beberapa wilayah yang tersisa. Ia membagi pasukannya ke dalam empat kelompok dan menugaskan para pembantunya ke Cordova, Granada dan Malaga. Sedangkan ia sendiri bersama pasukan utamanya segera menuju toledo, ibukota Spanyol waktu itu. Semua kota itu dapat dikuasai tanpa perlawanan. Spanyol dapat dilumpuhkan karena kecepatan gerak pasukan Islam.
Musa bin Nusair dan Thoriq bin Ziyad akhirnya bertemu di Toledo. Keduanya kemudian bergabung dan menghadapi musuh di Ecija. Kemenangan pun diraih pasukan Islam meski tak sedikit yang gugur sebagai syuhada. Selanjutnya pasukan gabungan ini bergerak ke wilayah Pyrenie, Perancis.
Beberapa tahun kemudian, Portugis pun ditakhlukkan dan namanya diganti menjadi "Al Gharb" berarti Barat. Sebelum seluruh Eropa dapat ditaklukkan, yang sebenarnya mudah karena tidak ada kekuatan berarti yang melawan mereka, Khalifah Al Walid bin Abdul Malik memanggil Thoriq dan Musa ke Damaskus (Ibukota Syiria/Suriah, negeri di sebelah utara Irak). Thoriq pergi sendiri ke Damaskus, sementara Musa bin Nusair sibuk menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Beberapa waktu setelah itu Thoriq sakit-sakitan dan kemudian Allah SWT memanggilnya. Tidak banyak yang mengetahui akhir kehidupan beliau. [Sumber: Majalah HIKAYAH Edisi 06, Shafar 1424/ April 2003]
0 komentar:
Posting Komentar