Kepribadian Umar bin Khatab sebagai manusia pilihan
Kebesaran nama Umar bin Khatab mulai muncul saat pertama kali Rasulullah Saw
memohon kepada ALlah Swt agar memberi kejayaan Islam dengan masuknya salah
seorang dari dua Umar kedalam agama yang Beliau bawa itu.
Dan ternyata Umar bin Khatablah yang dipilih ALlah Swt untuk mendampingi
perjuangan Rasul-Nya hingga masa-masa sepeninggal Beliau.
Umar Bin Khatab adalah salah satu contoh sahabat Nabi yang berkepribadian
agung yang kekuatannya mampu melahirkan berbagai kebaikan.
Ia mempunyai ketinggian akhlak dan diakui oleh kawan maupun lawan-lawannya.
Keadilan sikapnya sebagai seorang Khalifah besar tidak pernah melampaui
batas, ia dikenal sangat berhati-hati didalam mengambil setiap keputusan.
Beliau tidak ingin tindakannya dilakukan karena sikap keragu-raguan (Syubuhat).
Prinsip praduga tidak bersalah (Presumption of Innosenceed) selalu ia
terapkan untuk melakukan suatu tindakan hukum.
Kemarahannya akan timbul apabila ia melihat seorang gubernur terlalu
bertindak keras sehingga melampaui batas terhadap orang-orang yang melakukan
kesalahan.
Dimasa kepemimpinannya telah tercatat lebih dari beberapa kali Umar menegur
pejabat-pejabat tinggi kekhalifaan karena sikap yang dianggapnya terlalu
berlebihan kepada orang yang bersalah.
Salah satu diantaranya terhadap Hakim Muti' Bin Aswad Al-Abadi, dan Aba Musa
Al-Asy'ari.
"Apabila engkau bertindak semacam itu lagi, aku akan hitamkan wajahmu.
Setelah itu aku akan mengarakmu mengelilingi kerumunan masyarakat."
Kebijaksanaan Umar dalam menegakkan hukum dan keadilan merupakan
kebijaksanaan yang pasti dan mantap. Ia selalu menghormati hak-hak asasi
manusia dan memutuskan setiap perkara secara adil.
Untuk mewujudkan tekadnya dibidang penegakan hukum dan keadilan ini, Umar
membentuk lembaga peradilan yang terdiri dari para hakim (kadhi) yang
memiliki kualifikasi terbaik untuk menduduki jabatannya.
Kepada mereka selalu ditegaskan untuk menerapkan hukum berdasarkan sumber
hukum yang paling utama, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah Saw.
Dalam salah satu surat wasiat, Umar menuliskan pesan kepara hakim yang telah
diangkatnya :
"Apabila anda menghadapi suatu masalah, maka pakailah kitabullah sebagai
dasar untuk mengambil keputusan, dan jangan terpengaruh kepada siapapun.
Jika tidak engkau temui didalamnya, lihatlah dasar hukumnya dari sunnah Nabi
Saw.
Apabila tidak terdapat dasar hukumnya dalam kedua sumber itu, pergunakanlah
kesepakatan yang telah dilakukan oleh orang-orang (cerdik pandai/ulama).
Kalau semua itu telah anda lakukan dan belum juga menemui landasan hukumnya,
maka engkau boleh berijtihad. Untuk mengambil keputusan dengan ijtihadmu
itu, engkau harus memilih salah satu diantara dua pilihan.
Jika engkau merasa mantap dengan keputusanmu, maka laksanakanlah tanpa
ragu-ragu. namun bila engkau merasa ragu-ragu, maka tinggalkanlah.
Aku kira, mundur adalah lebih baik dari pada ragu-ragu."
Pada bagian lain, Umar juga berpesan kepada para hakim dengan ungkapan
kalimat sebagai berikut :
"Cerahkanlah wajahmu dalam setiap persidangan, agar orang-orang yang
terhormat tidak mendekat untuk mempengaruhi keputusanmu. Demikian juga agar
orang-orang yang lemah tidak putus asa terhadap keadilan yang akan engkau
putuskan.
Tunjukkanlah bukti-bukti kepada orang yang menuduh serta bersumpah bagi yang
mengingkarinya. Diantara sesama Muslimin boleh melakukan akad (perjanjian),
kecuali akad dalam hal yang halal.
Tidak ada salahnya engkau membatalkan dan memutus ulang terhadap setiap
perkara yang sudah ditetapkan sebelumnya, jika engkau menyadari bahwa
keputusanmu terdahulu adalah keliru. Karena kembali kepada kebenaran adalah
lebih baik daripada larut dalam kebatilan dan kesalahan."
Kepada khalifah penggantinya, Umar bin Khatab juga berpesan :
"Pertahankanlah lima ciri khas yang akan menyelamatkan agama kamu, sedangkan
kamu sendiri akan mengambil manfaat dari hal itu lebih baik dari pada nasib
kamu, yaitu : Apabila datang kepadamu dua orang yang sedang bersengketa,
maka kamu harus meminta bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya serta sumpah yang mantap. Dekatilah orang-orang yang lemah
supaya mereka lebih berani memberikan keterangan, karena hatinya mantap dan
lidahnya lancar. Layanilah orang asing dengan baik, karena kalau kamu tidak
melayaninya, maka dia akan meninggalkan haknya dan kembali kepada
keluarganya. Dia meninggalkan haknya karena tidak ada yang memberikan kasih
sayang kepadanya. Lunakkanlah pandangan dan luangkan waktumu untuk orang
lain. Serta semaikanlah perdamaian diantara orang-orang yang sedang
menghadapi masalah yang tidak jelas."
Dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan kenegaraan, Umar bin Khatab
menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi tidak cukup dengan
pengamatan fisik (lahiriah) semata-mata. Namun diselesaikannya dengan
penelitian yang cermat, teliti dan seksama. Kebijaksanaan ini diberlakukan
keseluruh wilayah yang menjadi tanggung jawab kekhalifaannya.
"Aku mengenal kalian disaat wahyu turun, dan Nabi Muhammad Saw masih berada
ditengah-tengah kita. Sekarang wahyu itu sudah tidak mungkin turun lagi, dan
Nabi Saw pun sudah meninggalkan kita.
Kiranya engkau mengetahui kata-kata yang aku ucapkan ini. Barang siapa yang
menunjukkan kebaikan, maka aku akan menghargainya. Sebaliknya, barang siapa
yang berbuat kejahatan, aku akan membencinya."
Umar adalah seorang yang sangat mencintai Muhammad Saw dengan penuh
kekaguman dan keimanan. Melihat keagungan Muhammad, ia merasa sangat kecil.
Sebagaimana yang kita ketahui, Nabi Muhammad Saw adalah teladan utama dalam
semua segi kehidupan bagi seluruh sahabat dan pengikut-pengikutnya, karena
keindahan kepribadian yang dimilikinya.
Rasulullah senantiasa bersikap sebagai saudara terhadap semua sahabatnya dan
menganggap mereka dalam satu derajat dan kebersamaan.
Pada suatu hari, Umar yang perkasa itu mendengar ucapan dari seorang manusia
pilihan yang sangat dicintainya, Muhammad Saw dengan kata-kata yang tidak
mungkin dilupakan dalam hidupnya :
"Wahai SAUDARAKU Umar."
Ucapan ini sangat berkesan bagi Umar, diucapkan Nabi Saw ketika dia meminta
izin untuk menunaikan ibadah Umroh. Setelah memberinya izin, Beliau berpesan
kepada Umar :
"Wahai saudaraku Umar, janganlah engkau lupakan kami dalam doamu yang baik."
Setiap kali ingat kata-kata "Wahai Saudaraku" ia selalu mengulang-ulangnya
untuk diucapkan.
"Tidak ada sesuatu yang aku senangi setiap matahari terbit melebihi dari
kalimat: "Wahai saudaraku..." dari Nabi Saw itu." katanya terkesan.
Umar bin Khatab bukanlah tipe manusia yang senang dengan penilaian pura-pura.
Apa yang ia sukai akan ia sampaikan secara langsung, tanpa perlu "menjilat"
ataupun "cari muka" terhadap orang lain.
Pada saat menerima jabatan sebagai Khalifah, Umar sempat berkata :
"Seandainya ada orang lain yang lebih kuat dari diriku untuk menerima
jabatan ini, aku lebih senang kepalaku dipenggal daripada harus menerima
jabatan ini."
Kehebatan Umar Bin Khatab
=========================
Meskipun disekeliling Rasulullah Saw banyak terdapat orang yang memiliki
kewibawaan, namun tidak ada seorangpun diantara mereka yang mampu
mengalahkan kewibawaan Umar.
Mendengar nama Umar, hati orang akan tergetar karena kewibawaan yang
tercermin dalam setiap langkahnya. Kewibawaannya itu telah membuat orang
lain harus berhati-hati jika berhadapan dengannya.
Bahkan Aisyah ra mengatakan :
"bagaimana aku tidak gentar kepada Umar, sedangkan Rasulullah Saw sendiri
mengakui kewibawaannya ?"
Suatu saat, seorang wanita jariah (budak) menyatakan maksudnya untuk
memenuhi nadzarnya dihadapan Rasulullah Saw.
Ia bernadzar akan mendendangkan lagu-lagu diiringi irama rebana yang
dipukulnya didepan Nabi Saw jika Beliau kembali dengan selamat dari peperangan.
Permohonan itu dikabulkan oleh Rasulullah Saw.
Ketika Abubakar datang ketempat tersebut, wanita itu masih tetap
melaksanakan nadzarnya, demikian juga ketika Usman dan Ali datang ia tetap
bernyanyi.
Namun tatkala dilihatnya Umar yang datang dari kejauhan, wanita tersebut
tiba-tiba menyembunyikan rebana yang dipakai untuk mengiringi menyanyi. Ia
tidak berani lagi menyanyikan lagu-lagu yang didendangkan.
Rasulullah Saw bergumam pelan :
"Syaitan takut kepadamu, wahai Umar."
Betapa hebatnya pribadi Umar bin Khatab, hingga banyak orang yang merasa
gentar jika berhadapan dengannya.
Kewibawan kepribadiannya berjalan serasi dengan kekuatan jiwanya. Kekuatan
fisiki dan bentuk badannya yang kekar telah menopang kehebatannya itu.
Tidak heran orang-orang yang melihat sosok tubuhnya menjadi gentar. Jika
bukan karena ketakwaan dan keadilan yang ditunjukkan oleh Umar, kegentaran
mereka rasanya tidak mungkin hilang.
Ketika ditanya oleh Bilal tentang kepribadian Umar, salah seorang
pembantunya menjawab :
"Umar adalah seorang manusia yang paling baik. tetapi jika ia marah,
kemarahannya seakan-akan tidak dapat dibendung lagi karena besarnya."
Kelebihan Amirul mukminin ini yang lain ditunjukkan dengan firasatnya yang
sangat tajam. ia meyakini anugerah Allah Swt dengan mengatakan :
"Seseorang yang dugaannya tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri, kedua
matanya tidak berarti sama sekali."
Allah Swt, telah memberikan Maunah dan Karomah-Nya kepada Umar bin Khatab.
Dalam berbagai riwayat diceritakan mengenai kelebihan2 yang ia miliki.
Beliau mampu menatap peristiwa yang akan terjadi sekaligus melihat tembus
segala sesuatu dengan mata batinnya (Claivoyance, Telepati & Vision).
Pada suatu malam, menjelang hari-hari kewafatan beliau, Umar bermimpi bahwa
ia telah dipatuk oleh seekor ayam jago dua kali.
Umar memberikan penafsiran :
"Allah telah mentakdirkan kepadaku untuk mati syahid dan dibunuh oleh orang
Ajami (orang diluar bangsa Arab)."
Suatu ketika, Umar sedang duduk bersama beberapa orang sahabatnya dan
melihat seorang dusun turun dari gunung.
Kepada sahabat-sahabatnya, Umar mengatakan :
"Orang ini sedang dilanda kesedihan karena kematian anaknya. Dia sudah
menyiapkan rangkaian syair yang menyenandungkan ungkapan duka citanya.
Seandainya berkenan, ia akan menyenandungkan syair tersebut kepada kita."
Setelah itu Umar bertanya kepada orang dusun tersebut.
"Dari manakah engkau berasal ?"
"Dari gunung," jawab orang tersebut.
"Apa yang enkau lakukan?" tanya Umar selanjutnya.
"Aku sedang menitipkan sesuatu," jawabnya pula.
"Apakah yang engkau titipkan itu ?" kembali umar bertanya.
"bayiku yang aku makamkan disana," jelasnya sedih.
"Maukah engkau menyenandungkan ratapan duka citamu itu?" tiba-tiba Umar
mengajukan permohonan yang tidak diduga sebelumnya oleh orang itu.
"Dari mana engkau mengetahuinya, wahai Amirul Mukminin ? Demi ALlah, aku
belum mengeluarkan sepatah katapun syairku itu, kecuali kepada diriku
sendiri." ujarnya keheranan.
Iapun memenuhi permohonan Umar untuk menyenandungkan syair kesedihan hati
atas kematian anaknya yang masih bayi.
"Segala puji hanya bagi-Mu ya Allah
Tiada sekutu bagi-Mu
Telah Kau tetapkan hukum sebagai takdir bagiku
Kematian adalah takdir bagi hamba-hamba-Mu
Tak ada seorang makhluk pun mampu menambah umurnya."
Air mata Umar menetes membasahi pipinya tatkala mendengar syair duka cita
itu disenandungkan. Perasaannya terhanyut mendengar kesedihan orang tua itu
ditinggal mati anaknya. Tak terasa jenggotnya sampai basah tertimpa tetesan
air matanya. Sesaat kemudian ia berkata :
"Sungguh benar kata-katamu, hai Badawi."
Peristiwa lainnya yang mengisahkan keistimewaan yang diberikan ALlah kepada
Umar terjadi tatkala ia sedang melakukan khutbah Sholat Jumat di Madinah.
Ditengah-tengah khutbahnya, tiba-tiba ia berteriak seperti sedang
mengingatkan/mengomandoi sesuatu/pasukan :
"Ya Sariyah bin Husun...awas gunung...gunung! Barang siapa yang memelihara
srigala, celakalah ia."
Semua jemaah Sholat Jumat yang mendengar ucapannya itu sama sekali tidak
mengerti maksud kata-kata Umar itu. Oleh karenanya seusai Sholat Jumat, Ali
bin Abu Thalib bertanya kepada sang Amirul Mukminin :
"Apakah maksud seruanmu tadi, wahai Umar ?"
"Apakah kamu mendengarnya ?" tanya Umar berbalik.
"Semua orang yang hadir disini telah mendengar seruanmu itu." Jawab Ali.
"Aku merasakan seolah-olah kaum musrykin telah menghancurkan pasukan kita
digunung itu. Apabila pasukan kita memasuki daerah tersebut, hancurlah kita
semua. Namun jika tetap bertahan digunung dan memerangi musuh dengan gigih,
kemenangan pasti akan kita raih. Melihat kenyataan seperti itu, tanpa sadar
aku mengucapkan seruanku yang sudah kamu dengar." Kata Umar menjelaskan.
Satu bulan kemudian, datanglah seorang utusan pasukan kaum Muslimin yang
mengabarkan kemenangan dimedan juang. Menurut ceritanya, saat itu pasukan
kaum Muslimin mendengar suara Amirul Mukminin Umar Bin Khatab sama seperti
yang diucapkannya ketika khutbah Jumat.
Dengan sangat taat, mereka mengikuti seruan Khalifah Umar yang terdengar itu
hingga akhirnya memperoleh kemenangan.
Kita tidak perlu berdebat terlalu jauh untuk mengingkari kisah semacam ini.
Karena cerita tersebut tidak bertentangan dengan akal manusia maupun hakikat
imu pengetahuan yang kita pelajari.
Para ahli ilmu jiwa pada saat ini bahkan banyak melakukan penelitian ilmiah
tentang kelebihan seseorang dalam hal telepati seperti yang dimiliki oleh
Khalifah Umar Bin Khatab itu.
(tentu saja tidak, terhadap cerita-cerita yang terasa berlebih-lebihan).
Kesimpulan yang kita peroleh dari kisah seperti ini adalah bahwa Umar bin
Khatab ra. memang benar-benar seseorang yang dianugerahi Allah Maunah dan
Karomah-Nya sehingga ia mampu berbuat hal-hal yang sedemikian itu.
Disamping disiplin ilmu politik dan strategi perangnya yang jitu, sehingga
mampu membawa nama Islam ketengah-tengah kancah percaturan politik dunia.
Dimana gebrakan-gebrakan yang telah Beliau lakukan itu akan terus
dikembangkan oleh pemimpin-pemimpin Islam selanjutnya demi menegakkan
Imperium Islam.
Rasulullah memberikan penilaian kepada sahabatnya ini sebagai berikut :
"Allah Swt telah melunakkan hati manusia sehingga melebihi halusnya sutera.
Sebaliknya, Allah juga telah mengeraskan hati manusia hingga melebihi
kerasnya batu cadas.
Wahai Abu Bakar, kehalusan budimu bagaikan sifat Nabi Ibrahim as yang pernah
mengatakan : "Barang siapa yang taat kepadaku, maka ia termasuk golonganku.
Dan barang siapa yang ingkar terhadap ajaran-ajaranku, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Engkau juga seperti Nabi Isa as yang
pernah berkata : "Wahai Tuhanku, kalau Engkau siksa mereka, maka mereka
adalah hamba-hamba-Mu. Namun jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mulia. Ditanganm-Mulah terletak semua hukum."
Sedangkan engkau wahai Umar...adalah seperti Nabi Nuh as yang pernah berdoa
: "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau sisakan manusia-manusia kafir seorangpun
diatas dunia ini." Sifatmu juga sama seperti Nabi Musa as yang pernah berdoa :
"Ya Allah, lenyapkanlah harta-harta mereka dan keraskan pula hati-hati
mereka. Karena mereka tidak mau beriman apabila tidak melihat siksaan yang
pedih dari-Mu."
Wallahu'alam.