RSS

Ah..Emak..


Entahlah...
Ini telah kali ke berapa aku tak berada kembali di sampingnya. Tak ada balasan pelukan yang hangat dan nyaman setelah punggung tangannya yang keriput kucium di hari ulang tahunnya. Tak ada pula sentuhan kasih dari pipi yang banyak digurat garis ketuaan. Saat ini pula tak terdengar lagi canda tawa seperti dulu lagi karena kini aku dan Emak telah jauh terpisah oleh bentangan jarak yang ada.

Alhamdulillah...
Sampai saat ini Allah masih memberikan karunia usia kepada Emak. Sehingga Emak masih bisa menjalankan fithrahnya layaknya seorang hamba. Aku yakin begitu juga yang terjadi pada ibunda di seluruh dunia. Bahkan mereka termasuk orang-orng yang serba kekurangan. Karena semua yang ada hanya untuk anak-anaknya tercinta.

Memang, keikhlasan ibunda bagaikan luasnya samudera. Mereka rela melepas setiap anak kandungnya walau harus jauh terpisah. Pun, begitu juga Emak. Tak masalah baginya, ketika di hari ulang tahun aku kembali tak berada di tengah keluarga. Apalagi ia tahu bahwa aku sedang menuntut ilmu di Kota Metropolitan, yang membuatnya senantiasa bangga. Tercapai sudah harapan agar setiap anak haruslah lebih pintar dari orang tuanya.

Namun...
Adakah seorang ibunda yang tak akan bahagia ketika anak tercintanya selalu berada di dekatnya ? Aku yakin yang Emak rasakan sekarang seperti itu pula. Apalagi ketika Emak sudah mulai di usianya yang udzur. Siapa lagi yang akan di andalkan kalau tidak anak-anaknya. Apalagi aku anak pertama Emak.

Rasanya perasaan itu juga aku rasakan ketika kita masih kecil tak berdaya. Tapi itulah Emak dengan rasa kasih sayang si dekapnyalah aku. Ikhlash ia berikan air susunya yang beraroma surga, tangan sigapnya pun tak lelah menyuapkan makanan ke mulutku, bahkan mata Emak mungkin enggan terpejam walau aku sudah terlelap dalam buaiannya.
Aaah...
Entah mengapa, semakin lama aku meninggalkan Emak bagaikan menumpuk rasa bersalah. Emak-lah yang dulu pernah bercucur air mata ketika aku pamit mencium tangannya. Emak pula yang selalu ku harapkan masih ada nanar surga terpancar jelas di matanya.


Ketika usia Emak semakin udzur, seketika itu pula pertanyaan yang sama selalu menyeruak membayang-bayangiku setiap saat,

"Ketika aku pulang nanti, masihkah Emak yang menyambutku di pintu rumah?"

Mak...
Ketika tangan ini menulis, sesungguhnya jiwa dan raga ini bagaikan ingin terbang mengangkasa. Lalu diri ini tersungkur di hadapanmu dan engkau peluk aku dengan cintamu seperti dahulu.Rasa rinduku kadang tumpah lewat buliran air mata ini.

Mak...
Saat aku pulang, kuingin pula engkau yang pertama kali merengkuh tubuh anakmu. Anak yang sering sibuk hingga melalaikan do'a terhatur untukmu. Anak yang tak pernah membahagiakanmu, Mak. Bahkan nasehatmu lewat telepon sering aku hiraukan Mak.

Mak...
Percayalah anakmu kelak akan pulang , Mak. Pasti aku akan pulang. Walau gelar, uang atau kemewahan tak mampu kupersembahkan kepadamu, biarkanlah di sisa usiamu anakmu ini masih bisa mencurahkan kasih sayangnya Mak...

Mak…
Saat aku pulang nanti, sambutlah aku di pintu rumah. Lalu baluri dengan do'a dan senandung pengantar tidur. Atau, maukah engkau yang mendengar kisah pengalamanku? Dan kemudian tidurlah di pangkuan anakmu, seperti yang sering engkau lakukan padaku ketika masa kecilku dulu.

Yaa Allah tolong jaga Emak ku Yach… Aminn

WALLAHU A’LAM

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

Pemuda Muslim pemburu naungan Allah 'Azza wa Jalla mengatakan...

shiip bangedt pen pantunmu...
oleh inspirasi teko endi koen ???

Geguritan Ati mengatakan...

pantun endi boz ?

qoim mustaqim mengatakan...

kudu nangis aku pen...hiks hiks hiks

Geguritan Ati mengatakan...

yang anda rasakan pun seperti yang penulis rasakan..

Posting Komentar